Langitku tengah kelabu
Entah apa rencana di dalam skrip
Bisa saja tiba-tiba menitik titik-titik bening di atas dataran wajah tak lagi rapi ini
Dari telaga putih dengan titik hitam kecoklatan di tengah lalu binar kekuningan
Wah... disini begitu penuh
Sebagian muatan telah di alirkan pada lekuk celah pada bebatuan sungai
Terkadang di atas tumpukan baris rapi berkanvas putih
Kini menyusuri kursor berkedip-kedip
Menanti sepatah demi patahan kata dengan akar nurani bersemi jua si naluri
Kilatan harap akan suatu garis lengkung ke bawah
Di wajah tak muda si Manusia Purba bahkan untuk wajah-wajah senja disana
Dua anak Panah berawal satu busur
Tak menuju satu tempat saja
Hanya Pinta puja saja kini...
Kala menekur di altar bahkan di sela energi dari tubuh nan bertopang pada dinding kasar ini
Senantiasa menanti awan kelabu menjauh lalu pergi
1...
2...
3...
Entah berapa nominal itu tak ku perdulikan
Peduliku hanyalah jiwaku tak berbisik "ada hal tak beres"
Dikala Sautan bergayung lalu bersambut
Ada keindahan selalu indah
Dan itu pertanda mentari telah menunjukkan binar-binar keemasan
Di kedua tempat anak panah ini terbidik
Muara Tebo, 16 nov 2017
ingatlah wik dirimu pernah menulis ini di sisa tenaga yang ada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar